Dugderan, Tradisi Masyarakat Semarang Saat Sambut Ramadhan

Teknokra.id - Hai sahabat Teknokra! Kamu pasti tahu kan kalau di setiap daerah di Indonesia punya ciri khas tersendiri setiap akan memasuki bulan Ramadhan?

Hal ini juga berlaku di kota Semarang lho! Kota Semarang juga memiliki ciri khas tersendiri saat akan memasuki bulan Ramadhan.

Dugderan, Tradisi Masyarakat Semarang Saat Sambut Ramadhan

Yups, Dugderan merupakan festival khas kota Semarang yang dilakukan sehari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Dugderan diambil dari kata "dug dug dug" berasal dari bunyi bedug dan "der der der" yang berasal dari bunyi meriam.

Acara Dugderan konon pertama kali dilakukan pada kepemimpinan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat pada 1881. Acara ini diadakan karena pada zaman dahulu terdapat perbedaan pendapat masyarakat menentukan awal bulan suci Ramadhan.

Pada zaman kolonial Belanda, masyarakat kota Semarang terbagi menjadi 4 golongan besar. Golongan tersebut yaitu etnis Tionghoa, etnis Arab, perantauan dari luar Jawa dan Jawa asli.

Maka dari itu, Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbadiningrat menyamakan penetapan awal Ramadhan dengan melakukan penabuhan bedug di Masjid Agung Kauman dan menyalakan meriam di halaman kabupaten. Bedug dan meriam dibunyikan sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan pengumuman awal bulan Ramadhan di masjid. 

Pembukaan Dugderan diawali dengan upacara yang dimeriahkan penampilan penari dan disambut warga yang menggendong warak ngendok yang dibuat oleh masing-masing perwakilan daerah Kota Semarang. Setelah selesai upacara, warak ngendok dan seluruh warga Kota Semarang berkeliling berjalan kaki menyusuri tengah kota Semarang dan berhenti di masjid tertua di Semarang.

Nah, itulah dia tradisi khas masyarakat Semarang saat akan sambut bulan suci Ramadhan. Semoga penjelasan ini bermanfaat (Penulis: M. Abdul Rafli).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel