Studi Kasus: Apakah Pembunuhan yang Disebabkan Santet dapat Dipidana?

Teknokra.id - Santet merupakan ilmu hitam yang sampai saat ini masih dipercayai oleh kalangan masyarakat. Ilmu hitam itu sendiri bisa membawa keuntungan bagi individu, tetapi juga lebih membawa keresahan bagi masyarakat apalagi bila sudah merugikan orang lain hingga ancaman terbunuhnya seseorang karena santet. 

Lantas apakah pengakuan terbunuhnya seseorang santet dapat dipidana hukum? Kita bisa melihat dari analisis kasus sederhana berikut.

Studi Kasus: Apakah Pembunuhan yang Disebabkan Santet dapat Dipidana?

Kasus

Pak Ahmed mengakui dirinya menyantet Rohman dengan tujuan terbunuhnya Rohman dalam keadaan perut yang membengkak berisikan paku-paku, sepatu bot, dan segala macam. Ia mengakui hal itu via zoom class meeting (kelas zoom) yang disaksikan oleh 37 orang (mahasiswa).

Pertanyaan yang Timbul

  1. Apakah Rohman akan meninggal dunia seperti yang dikatakan Pak Ahmed?
  2. Jika iya, apakah itu penyebab dari santet Pak Ahmed?
  3. Apakah ada pasal di dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan yang mengaturnya?
  4. Lantas, apakah Pak Ahmed telah melakukan tindak pidana?
  5. Apakah Pak Ahmed mendapatkan sanksi hukum dari apa yang telah ia lakukan?

Pemecahan Kasus

  1. Apa yang dikatakan Pak Ahmed belum tentu akan terjadi karena santet adalah ilmu gaib yang masih diragukan keabsahannya.
  2. Pak Ahmed tidak membunuh dengan cara langsung (secara fisik/nyata). Oleh sebab itu, sangat sulit membuktikan bahwa Pak Ahmed pelaku tindak pidana pembunuhan atas Rohman.
  3. Jika 37 orang (mahasiswa) bisa menjadi saksi dengan mengatakan “Santet Pak Ahmed berhasil dan Rohman terbunuh, pelakunya Pak Ahmed,” itu hanya sekedar asumsi. Kesaksian mereka tentu saja masih tetap diragukan. 
  4. Belum ada pasal atau peraturan perundang-undangan yang memberikan sanksi atas pembunuhan yang disebabkan santet.
Namun, ada pasal Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) yang menerangkan tindak pidana ilmu santet, berikut isinya:
  • Pasal 252 Ayat (1) berbunyi “setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp200 juta)”.
  • Lanjut ke-Ayat (2) “Jika setiap orang melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3”.

Walaupun pasal ini bertujuan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang disebabkan oleh tindak kejahatan (santet), tetapi saya menilai, pasal ini sangat subjektif dan obsecure (tidak jelas). Mengapa? Karena pengertiannya dianggap berdasarkan sudut pandang masing-masing. Namun, apabila RUU KUHP disahkan tentu Pak Ahmad dapat dipidana dan terkena sanksi seperti yang disebutkan pasal di atas.

Di samping itu, pelaku tindak pidana bisa dibuktikan kejahatannya dengan 5 alat bukti. Hal itu dijelaskan sebagaimana dalam UU No. 8 Tahun 1981 Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 Ayat (1) yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Kesimpulan

Apabila benar kasus ini terjadi dan dibawa ke jalur hukum, maka akan sangat sulit membuktikan adanya santet dalam hukum. Sebab, kasus ini di luar nalar akal dan logika manusia. Namun, bukti kuat yang dapat menjerat Pak Ahmed bisa dari keterangan terdakwa (Pak Ahmed), keterangan saksi (37 orang mahasiswa), dan keterangan ahli.

Nah, bagaimana menurut kalian? Apakah kalian sepakat dengan kesimpulan di atas? (Penulis: Shaffa Riyadhul Jannah M.).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel