Suku Lampung: Minoritas di Daerah Sendiri

Teknokra.id - Lampung merupakan provinsi paling ujung di Pulau Sumatera, dengan dihuni oleh Suku Lampung. 

Lampung yang memiliki sebutan “Sai Bumi Khua Jukhai” yaitu suku yang berasal dari keturunan yang sama dan memiliki dua jenis adat istiadat (Pepadun dan Saibatin). 


Suku Lampung yang hidup berkelompok menjadi semakin terpinggirkan dengan datangnya pendatang dari Pulau Jawa. Suku asli Lampung mulai mengalami akulturasi dan ada pula yang memilih untuk memisahkan diri dengan hidup mengelompok. Tak dipungkiri bahwa Suku Lampung menjadi minoritas di daerahnya sendiri. 

Cerita turun temurun terbentuknya nama sebuah daerah di Lampung yaitu Suoh, berawal dari hasil panen para penduduk dikumpulkan di atas bukit yaitu di Gunung Ratu kemudian padi tersebut dibakar.  Peristiwa pembakaran padi disebut “suwah” artinya bakar. Suwah berasal dari bahasa Lampung. Penggantian nama Suwah menjadi Suoh sejak masuknya suku Jawa yang bertransmigrasi ke Lampung Barat. 

Bumi Hantatai yaitu nama pekon tua di Suoh. Pekon Hantatai yang sudah dihuni oleh masyarakat Suku Lampung sejak tahun 1950-an. Sebelum Gunung Ratu Meletus di Suoh telah ada permukiman penduduk dengan pemerintahan sistem Pesirah (pemilihan pimpinan dilakukan beberapa hari).  Merupakan pekon dengan jumlah pendatang terbanyak di daerah Suoh. 

Orang Lampung mengenal Pekon Hantatai adalah Pekon Ulu Suoh atau Pekon Sumbai. Seiring berkembangnya penduduk, saat ini mayoritas penduduk pekon Bumi Hantatai adalah suku jawa dan sunda. 

Suku asli Lampung menjadi minoritas disana. Dalam keseharian masyarakat di pekon ini bertutur menggunakan Bahasa lampung dan jawa, namun dalam pertemuan-pertemuan formal digunakan juga Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.

Pekon Bumi Hantatai memiliki sistem budaya dan sosial yang masih dijalankan sampai saat ini. Ekspresi budaya dan sosial tersebut terlihat dari beberapa acara adat yang masih dilakukan pada peristiwa-peristiwa tertentu atau khusus seperti kelahiran bayi, perkawinan, keagamaan, dan panen raya padi.

Keberagaman menjadi pemandangan yang indah  di Bumi Hantatai, masing-masing suku saling berbaur dan hidup bergotong royong. Keragaman tersebut dimaknai sebagai sumber-sumber ikatan sosial dalam kehidupan bermasyarakat (Penulis: Dhea Putri Utami).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel