Memahami Tentang Monolog, Seni Peran Sendiri

Teknokra.id - Berbicara mengenai kesenian tidak akan ada habisnya karena bentuk kesenian ini banyak ragamnya. Mungkin kamu sudah sering mengetahui kesenian yang satu ini, yups monolog namanya. 

Mungkin beberapa di antara kamu, masih belum memahami secara penuh apa itu monolog dan bagaimana perkembangannya di negara Indonesia. Tapi tidak perlu khawatir, untuk kamu yang tertarik pada seni peran ini dan belum mengetahuinya secara jelas. Kami akan memberikan beberapa pembahasan yang akan menambah wawasan dan minat kamu pada seni ini. 

Memahami Tentang Monolog, Seni Peran Sendiri

Dilansir dari situs Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, monolog merupakan salah satu teater modern yang tumbuh dan berkembang di negara Indonesia, khususnya masyarakat perkotaan dan kaum pelajar yang mendapatkan pengaruh dari negara-negara barat. Secara epistemologi, istilah kata monolog berasal dari Bahasa Yunani, yang terdiri dari kata “mono” artinya satu dan “logi” artinya ilmu. Sedangkan, secara harfiahnya adalah sebuah ilmu terapan yang perannya hanya untuk satu orang atau melakukan dialog seorang diri dalam menampilkan adegannya. 

Seni peran ini diawali dengan penghafalan naskah oleh seorang tokoh agar dapat mendalami peran sesuai naskah yang sudah ada. Dalam pelaksanaannya, sang aktor akan memainkan beberapa peran seorang diri dengan dialog yang panjang dan berdeda-beda. 

Beberapa peran yang dimainkan oleh sang aktor tentunya memiliki karakteristik sendiri dengan peran lain yang dimainkan. Dialog yang panjang juga menjadi tantangan bagi aktor untuk dapat memainkan rasa emosionalnya agar peran yang dimainkan ini terlihat alami dan meyakinkan penonton.
 
Perubahan emosi dan karakter yang berbeda inilah yang menjadi latihan utama yang perlu dilewati oleh aktor. Selain itu, karena seni peran hanya dimainkan oleh satu orang. Sehingga, membuat seni teater ini menjadi lebih menarik dan unik. 

Seiring berkembangnya zaman, salah satu teater modern ini mulai diminati oleh masyarakat. Saat ini, monolog juga tidak hanya membuat pertunjukan dalam ruang tertutup. Tetapi lebih dari itu, pementasan monolog juga dapat dilakukan pada ruangan yang terbuka. 

Sejarah Singkat Monolog

Monolog mulai dikenalkan sekitar tahun 1960-an yang menggunakan media televisi sebagai tempat pertunjukkannya. Penggagas dari monolog merupakan seorang pelawak yang terkenal dalam seni peran. Ia adalah Charlie Chaplin. Setelah pertama kali diperkenalkan di Hollywood sekitar tahun 1964, akhirnya monolog mengalami perkembangan yang signifikan menjadi sarana seni dan teater yang diminati. 

Dalam naskah monolog, akan terdapat pembicaraan yang panjang antar beberapa tokoh dan hanya diperankan oleh satu orang. Maka dari itu, akan terdapat perubahan emosi dan karakter yang harus diperankan oleh seorang aktor. Sehingga, hal ini perlu membuat aktor untuk terus berlatih dalam memerankan beberapa peran ini. Agar sisi emosionalnya dapat disesuaikan dari karakteristik peran yang dimainkan. 

Karena monolog semakin berkembang, hal ini menjadi tantangan untuk para seniman. Tantangannya yaitu menjadikan monolog sebagai sebuah pertunjukan tunggal yang diperankan oleh satu orang. Serta, tidak perlu terikat dalam sebuah drama yang membutuhkan banyak orang. 

Perkembangan Monolog di Indonesia

Monolog menjadi beramoter dari bentuk totalitas kemampuan yang dimiliki  oleh seorang seniman dalam menggeluti dunia peran. Seperti yang kita ketahui, Butet Kertaredjasa, Bing Slamet, Putu Wijaya, Danarto, Niniek L. Karim, dan masih banyak lagi seniman yang menjadikan seni peran monolog ini sebagai sesuatu kesenian yang perlu dikembangkan. 

Misalnya saja, seniman Bing Slamet yang diberi julukan “Presiden Pelawak Indonesia”. Julukan ini diberikan karena cara ia membawakan monolog sangat pintar dalam permainan mimik wajahnya. Selain itu, Putu Wijaya juga sering membuat adegan monolog dengan melakukan akting secara individu di atas panggung.

Tentunya, cara pembawaan monolog yang baik, permainan peran yang bagus, mimik wajah, dan intonasi suara akan membawa penonton pada suasana yang berbeda sesuai dengan suasana monolog yang dibawakan. Jika penonton sudah merasa terhipnotis dan terbawa suasana. Berarti aktor yang berperan ini juga sudah berhasil dalam memerankan tokoh monolog yang ia mainkan. 

Meskipun begitu, menurut Butet Kertaredjasa, monolog bukanlah seni peran yang mudah, melainkan sebaliknya. Diperlukan penjiwaan yang mendalam, stamina yang ektsra, dan persiapan yang matang untuk memainkan isi dalam naskahnya. Selain itu, durasi pertunjukkan yang kurang lebih sekitar 1-2 jam membuat aktor harus memiliki energi yang cukup. Karena pertunjukan monolog juga bergantung dari kekuatan yang dimiliki oleh sang aktor. 

Tujuan Monolog 

Mungkin beberapa di antara kalian bertanya-tanya untuk apa monolog ini diadakan. Sebenarnya tujuan pertunjukkan monolog dari dulu hingga sekarang adalah untuk memberikan kritik sosial tentang situasi yang ada di sekitar masyarakat. Jadi, tidak heran jika latar belakang yang diambil dari setting cerita berkaitan dengan tradisi, tokoh, politik, sosial, atau kisah nyata seseorang. 

Contohnya adalah karya monolog dari seniman Putu Wijaya yang berjudul “Surat Kepada Setan” yang mengisahkan realitas sosial negara Indonesia saat di usianya yang menginjak 60 tahun. Monolog tersebut menggambarkan terjadinya kesenjangan dari perayaan kemerdekaan negara Indonesia yang ke 60 tahun. 

Nah, itulah dia beberapa penjelasan mengenai seni peran monolog. Semoga membantu (Penulis: Sunia Dzakiyyah Fadhiilah Putri).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel